4. Pemilihan
metode penilaian persediaan. Ada dua metode penilaian yang dizinkan oleh
peraturan perpajakan, yaitu metode rata-rata (average) dan metode masuk pertama
keluar pertama (first in first out). Idealnya dalam kondisi perekonomian yang cenderung mengalami
inflasi, metode rata-rata (average) akan menghasilkan harga pokok yang lebih
tinggi dibanding dengan metode masuk pertama keluar pertama (first in first
out). Harga pokok penjualan (HPP) yang lebih tinggi akan mengakibatkan laba
kotor menjadi lebih kecil.
Akan tetapi hal tersebut tidak selamanya seperti itu, seperti pada contoh
berikut ini :
Perhitungan Nilai Persediaan Dengan Metode Rata-Rata
Perhitungan Nilai Persediaan Dengan Metode FIFO
Dalam contoh kasus ini HPP yang lebih tinggi
adalah menggunakan metode FIFO, sehinga akan efektif apabila menggunakan metode
ini. Dengan asumsi perhitungan diatas adalah transaksi untuk 1 bulan dan untuk
11 bulan selanjutnya sama dengan transaksi tersebut sehingga total HPP selama 1
tahun adalah sebesar Rp 3.618.000.000,-. Apabila menggunakan metode Average HPP
selama 1 tahun adalah Rp 3.323.572.800,-
5. Pemilihan metode penyusutan yang diperbolehkan peraturan perpajakan yang
berlaku. Jika perusahaan mempunyai prediksi laba yang cukup besar maka dapat
dipakai metode penyusutan yang dipercepat (saldo menurun) sehingga atas biaya penyusutan tersebut dapat
mengurangi laba kena pajak dan sebaliknya jika diperkirakan pada awal-awal
tahun investasi belum bisa memberikan keuntungan atau timbul kerugian maka
pilihannya adalah menggunakan metode penyusutan yang memberikan biaya yang
lebih kecil (garis lurus) supaya biaya penyusutan dapat ditunda untuk tahun
berikutnya.
Contoh :
Sebuah mesin yang diperoleh tanggal 5 januari 2013
dengan harga perolehan Rp. 500.000.000,00 dan masa manfaatnya 4 tahun, maka penyusutannya
untuk tahun 2013 apabila menggunakan metode garis lurus adalah sebesar Rp 125.000.000,-
dan metode saldo menurun sebesar Rp
250.000.000,-. Pada kasus sekarang yang
digunakan adalah metode garis lurus dikarenakan perkiraan investasi belum bisa
memberikan keuntungan yang banyak atau mungkin mengalami kerugian.
6. Bunga atas pinjaman yang digunakan untuk usaha dapat menjadi biaya,
kecuali biaya bunga yang dibayarkan kepada
pemegang saham dengan ketentuan sbb :
Pemegang saham tersebut belum sepenuhnya menyetorkan modal sesuai
dengan persyaratan permodalan menurut akte pendirian dan modal pinjaman yang
dari pemegang saham tersebut berasal dari pihak ketiga.
Kasus :
Perusahaan membutuhkan
dana sebesar Rp 200.000.000, adapun perencanaan pajaknya adalah :
1. Apabila dana diperoleh atau dipinjam dari pemegang saham maka biaya
bunga tidak dapat di biayakan
2. Apabila dana diperoleh dari peminjaman ke bank (pihak ketiga) maka biaya
bunga yang dikenakan dapat di biayakan
Dengan asumsi
biaya bunga pada tahun 2013 adalah sebesar Rp 32.000.000,- dan pada kasus ini yang dipilihan
adalah No.2. dan dikenakan PPh pasal 23 dengan tariff 2% sebesar Rp 640.000.
Apabila pinjaman diperoleh dari pemegang
saham maka biaya bunga tidak dapat di biayakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar