Kamis, 11 April 2013

Lanjutan Manajemen Perpajakan


   4.  Pemilihan metode penilaian persediaan. Ada dua metode penilaian yang dizinkan oleh peraturan perpajakan, yaitu metode rata-rata (average) dan metode masuk pertama keluar pertama (first in first out). Idealnya dalam kondisi perekonomian yang cenderung mengalami inflasi, metode rata-rata (average) akan menghasilkan harga pokok yang lebih tinggi dibanding dengan metode masuk pertama keluar pertama (first in first out). Harga pokok penjualan (HPP) yang lebih tinggi akan mengakibatkan laba kotor menjadi lebih kecil. Akan tetapi hal tersebut tidak selamanya seperti itu, seperti pada contoh berikut ini :

Perhitungan Nilai Persediaan Dengan Metode Rata-Rata



Perhitungan Nilai Persediaan Dengan Metode FIFO


Dalam contoh kasus ini HPP yang lebih tinggi adalah menggunakan metode FIFO, sehinga akan efektif apabila menggunakan metode ini. Dengan asumsi perhitungan diatas adalah transaksi untuk 1 bulan dan untuk 11 bulan selanjutnya sama dengan transaksi tersebut sehingga total HPP selama 1 tahun adalah sebesar Rp 3.618.000.000,-. Apabila menggunakan metode Average HPP selama 1 tahun adalah Rp 3.323.572.800,-
             
    5. Pemilihan metode penyusutan yang diperbolehkan peraturan perpajakan yang berlaku. Jika perusahaan   mempunyai prediksi laba yang cukup besar maka dapat dipakai metode penyusutan yang dipercepat (saldo menurun) sehingga  atas biaya penyusutan tersebut dapat mengurangi laba kena pajak dan sebaliknya jika diperkirakan pada awal-awal tahun investasi belum bisa memberikan keuntungan atau timbul kerugian maka pilihannya adalah menggunakan metode penyusutan yang memberikan biaya yang lebih kecil (garis lurus) supaya biaya penyusutan dapat ditunda untuk tahun berikutnya.

Contoh :
Sebuah mesin yang diperoleh tanggal 5 januari 2013 dengan harga perolehan Rp. 500.000.000,00 dan masa manfaatnya 4 tahun, maka penyusutannya untuk tahun 2013 apabila menggunakan metode garis lurus adalah sebesar Rp 125.000.000,- dan metode saldo menurun sebesar Rp 250.000.000,-. Pada kasus sekarang yang digunakan adalah metode garis lurus dikarenakan perkiraan investasi belum bisa memberikan keuntungan yang banyak atau mungkin mengalami kerugian.

   6. Bunga atas pinjaman yang digunakan untuk usaha dapat menjadi biaya, kecuali  biaya bunga yang dibayarkan kepada pemegang saham dengan ketentuan sbb :

Pemegang saham tersebut belum sepenuhnya menyetorkan modal sesuai dengan persyaratan permodalan menurut akte pendirian dan modal pinjaman yang dari pemegang saham tersebut berasal dari pihak ketiga.
            Kasus :
          Perusahaan membutuhkan dana sebesar Rp 200.000.000, adapun perencanaan pajaknya adalah :
1.    Apabila dana diperoleh atau dipinjam dari pemegang saham maka biaya bunga tidak dapat di biayakan
2.  Apabila dana diperoleh dari peminjaman ke bank (pihak ketiga) maka biaya bunga yang dikenakan dapat di biayakan
Dengan asumsi biaya bunga pada tahun 2013 adalah sebesar Rp 32.000.000,- dan pada kasus ini yang dipilihan adalah No.2. dan dikenakan PPh pasal 23 dengan tariff 2% sebesar Rp 640.000.
Apabila pinjaman diperoleh dari pemegang saham maka biaya bunga tidak dapat di biayakan.

Tidak ada komentar: